BIOGRAFI KH. ABDUL HALIM KALIBENING,TINGKIR,SALATIGA

 KH. ABDUL HALIM


        KH. Abdul Halim adalah salah satu ulama’ besar kota Salatiga. Beliau seorang kiyai kharismatik dan mempunyai ambisi besar dalam memujudkan segala sesuatu yang beliau inginkan. Seoarang kiyai yang tidak hanya alim dalam ilmu agama, tetapi  juga ahli dalam ilmu tehnologi. Beliau dikenal sebagai sosok kiyai yang tegas dalam memberantas kemaksiatan dan gigih dalam memperjuangkan agama.    
       Sejarah kelahiran KH.Abdul Halim lahir pada tahun 1919 M. Di desa Kalibening, Salatiga jawa tengah. Putra dari pasangan suami istri KH. Ismail dan Hj. Wasirah yang telah memberinya nama dengan Zamhuri. Zamhuri adalah nama asli Simbah Yai yang kemudian setelah menunaikan haji, diganti dengan nama Abdul Halim.

Beliau putra ke dua dari lima bersaudara, yaitu Jauhari, Zamhuri , Umi kulsum, Abdullah dan Abdurrahman.
         Masa pendidikan atau tholabul ilmi dan Pernikahan Beliau mengenyam pendidikan pertama kalinya di sekolah rakyat. Karena keinginan orangtuanya yang begitu kuat ingin punya anak yang alim dalam ilmu agama, KH. Abdul Halim kecil disuruh ngaji pada Kyai Hisyam, di Petak Susukan.
Pernah suatu hari KH. Abdul Halim pulang ke rumah, Oleh Ayahanda, beliau segera ditanya, “Kenopo sampeyan ora mangkat ngaji?” (kenapa kamu tidak berangkat mengaji?) “Libur og pak,” Jawab beliau. “Tidak ada kata libur, ayo takantar, berangkat lagi,”  tanggap sang Ayah.Setelah beliau menamatkan pendidikanya di SR, beliau belajar Al-Qur’an kepada KH. Hisyam di Pondok Tegalsari Susukan. Menjadi santri kesayangan, KH Hisyam akhirnya menikahkanya degan putri beliau, Nyai Miskiyah yang setelah Haji berganti nama dengan Hajjah Aminah. Saat itu Mbah Nyai Miskiyah berusaha sekitar 14 tahun, sedang Mbah Abdul Halim berusia 24 tahun.
         Karena masih tergolong belia, Simbah Abdul Halim akhirya melanjutkan pendidikan ke pesantren-pesantren. Sedang Nyai Aminah tinggal di Kalibening bersama sang mertua.Setelah nyantri dari Tegalsari Susukan, beliau pergi ke daerah Solo untuk turut mengaji pada KH. Idris di Pondok Pesantren Jamsaren. Karena saking cintanya dengan ilmu agama, usai dari Solo beliau melanjutkan ke pesatren Lasem dalam bimbingan Syaikh Masduki, Lanjut Pesantren Roudhutu tholibin Rembang asuhan KH. Bisri Musthofa. Dan Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, untuk mendapat sanad Bukhori dari Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari.
          Berpindah-pindah pesantren untuk mendapat barokah para guru serta menguasai fan-fan ilmu tertentu adalah cirri khas ulama.Dari pernikahan dengan Mbah Nyai Aminah, beliau dikaruiai 13 putra-putri; Jauhari, Faqih, KH. Fauzan, Abi Ridho, KH. Abda’ Abdul Malik, M. Athwa’ Mustaqim Billah, Rohmah Munifah, K. Bahrudin, Sajidah, Nafilah, Nyai Rifqotus Suniyah Wal Jama’ah. Terhitung 13 karena pernah sekali mengalami keguguran.
          KH.Abdul Halim merupakan sosok kiyai yang mempunyai kepribadian yang santun, alim ilmu alat dan ilmu fiqh, serta  serius mendidik santri-santrinya. Semangatnya mempelajari dan mengajarkan ilmu salaf sangat tinggi. Beliau berpindah-pindah tempat untuk menuntut ilmu. Meski saat itu kendaraan umum belum jamak. Sehingga rata-rata orang bepergian dengan jalan kaki.Riyadhohnya pun sangat ketat, mengimbangi ketekunannya dalam menuntut dan mengemban ilmu serta menyebar luaskannya.Setiap selasa beliau keliling ke desa-desa untuk mengaji dan berdakwah. Di pondok beliau mengajar santri-santri baik santri mukim (tinggal di pondok)  mau pun santri kalong (Pulang-pergi). Bahkan di ladang, beliau masih menyempatkan untuk mengajar manakala ada warga yang meminta untuk diajari ngaji. Fathul Qorib misalnya.Sudah menjadi kebiasan beliau ketika ngaji tidak pernah membawa kitab. Jika diperlukan, beliau sering tiba-tiba mengambil salah satu kitab santrinya yang masih kosongan. Membiarkan santri tersebut berdampingan kitab dengan santri lain.  Lalu beliau membacanya dengan sangat lancar meski tanpa absahan.
            Dari kesaksian salah satu muridnya, beliau dulu ketika mengajar Alfiyah Ibnu Malik, tidak membawa refrensi sama sekali. Tidak catatan, tidak pula kitab rujukan.. Beliau langsung menulis nadzom beserta qoulnya di papan tulis, seakan hafal diluar kepala. Dalam mengajar, seberapa pun murid yang hadir, sekalipun hanya satu, beliau akan berlaku seperti mengajar banyak santri. Hal ini berangkat dari keseriusannya dalam mendidik.Disamping bergerak dalam bidang pendidikan agama yang konsentrasi pada pemahaman kitab salaf pesantren, beserta para tokoh, beliau juga merintis pendidikan umum (Sekolah Rakyat). Kelasnya berada di rumah-rumah warga. Sampai akhirnya memiliki tempat khusus yang bangunannya masih berupada gedhek atau anyaman bambu, beralaskan tanah. Masa itu, Sekolah Rakyat berubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah (MI) Asas Islam
             Beliau menjabat menjadi lurah dikalibening cukup lama, yakni sekitar 25 tahun. Sejak tahun 1954 sampai pensiun. Selama itu pula, beliau tidak pernah menarik pajak dari masyarakat karena menurut beliau, penarikan pajak, adalah haram. Sehingga beliau rela menjual hasil bengkok yang semestinya menjadi gaji lurah, untuk disetorkan ke pemerintah daerah sebagai ganti pajakBeliau merupakan lurah yang memiliki kepedulian tinggi terhadap rakyatnya,. Pada waktu itu beliau merupakan satu-satunya lurah yang berani melawan otoritas orde baru.
     Sejak tahun 1955, janji-janji mengenai pemilihan umum nasional sudah sering dikemukakan oleh  berbagai kabinet tetapi langkah-langkah nyata kearah situ terhambat oleh beberapa faktor, diantaranya karena timbulnya urusan pemerintahan yang lebih mendesak dan adanya gerakan penentangan pemilu oleh sejumlah partai serta kelompok-kelompok anggota parlemen sementara.Baru pada bulan Desember 1953 terbentuk panitia pemilihan indonesia. Dalam badan ini tidak ada wakil dari partai-partai yang oposisi terhadap kabinet pimpinan PNI yang diketuai oleh Ali Sastroamijoyo. Pihak oposisi dapat memberikan bukti-bukti yang kuat mengenai tuduhan mereka bahwa kabinet ali dengan sengaja menunda pemilu. Pendaftaran pemilih dimulai pada mei 1954 dan selesai pada bulan November. Saat itu tercatat 43.104.466 orang pemilih. Paniti pemilu indonesia mengumumkan bahwa pemilu untuk anggota parlemen dan anggota konstitunsi masing-masing pada tanggal 29 september dan 15 desember 1955. Kemudian setelah adanya peristiwa 27 juni 1955 yang memicu krisis baru militer politik dan mengakibatkan kabinet Ali jatuh. Setelah itu digantikan oleh kabinet Burhanuddin Harahap dari  masyumi yang akhirnya berhasil menyelenggarakan pemilu 1955 sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
     Meskipun KH. Abdul Halim alumnus dari pesantren yang merupakan lembaga pendidikan tradisional, namun corak pemikiran serta pandangannya terhadap masalah agama, sosial, politik dan teknologi terbilang luar biasa. Pemikiran KH. Abdul Halim sangat disesuaikan dengan konteks waktu dan kondisi peristiwa.Pada tahun 1965 ketika situasi politik Nasional sedang kacau balau karena terjadinya pembrontakan G.30 S PKI, Kalibening pun turut melakukan perlawanan seperti halnya yang terjadi di daerah-daerah lain.
           Pada masa orde baru, ketika rakyat dituntut untuk memilih partai tertentu, beliau giat berjuang untuk membela partai atau pergerakan yang dirintis oleh guru tercintanya, Hadraatussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, yakni Nadhlatul Ulama. Untuk memompa semangat dan solidaritas warga dan para pemuda, KH Abdul Halim mengadakan alat drumband yang dibelinya dari hasil menjual Bengkok. Tabuhannya diharapkan mampu mendobrak semangat berjuang.
          Beliau kerahkan para pemuda untuk keliling ke rumah-rumah warga, membawa cat dan membentuk gambar jagad di dinding-dinding sekitar desa.Selain mahir dalam ilmu siasat, beliau juga punya keahlian di bidang tekhnologi tepat guna. Pernah suatu hari pada awal-awalnya didirian Damatex, beliau mempunyai ide menciptakan alat-alat produksi untuk mengimbangi hadirnya pabrik. Seperti missal alat pemintal benang yang memerlukan proses uji coba yang panjang. Akhirnya alat tersebut  terwujud dengan sempurna meskipun dari bahan yang sangat sederhana. Setelah alat tersebut berhasil beliau ciptakan, beliau pun memulai uji coba untuk memintal benang sutra. Yang kemudian hasil pemintalan benang tadi digunakan untuk kepentingan rakyat.Beliau juga menciptakan alat pemotong ketela, yang didesain sedemikian rupa sehingga menjadi alat yang supercanggih masa itu.                           Selain berkarya, berproduksi dan bercocok tanam, beliau juga sangat gemar membaca. Ketika mutholaah suatu kitab, beliau biasa menekuniya hingga larut malam.refrensi kitabnya pun sangat banyak. Perhatiannya pada ilmu sungguh besar. Beliau rela mendapat jatah tanah paling sedikit ketimbang saudara-saudaranya karena sebagian anggaran sudah digunakan untuk membeli kitab yang masa itu harga satu kitab bisa sepadan dengan seekor sapi. Mudah-mudahan kita bisa mengambil teladan dari kisah KH Abdul Halim, dan memiliki semangat yang tinggi pula untuk meneruskan perjuangan poro sesepuh.
         Nyai Miskiyah/Hajjah Aminah,Di balik sosok yang berpengaruh, biasanya ada perempuan tangguh di belakangnya. Demikian halnya dengan Mbah Yai Abdul Halim.Nyai Miskiyah  lahir di Petak pada tahun1929. Putri dari  KH Hisyam. Menikah di usianya yang ke 14. Dijodohkan dengan sosok santri kesayangan Yai Hisyam, yang sekaligus disenangi oleh Mbah Nyai.Sama seperti Simbah Yai, Simbah Nyai pun sangat gandrung dalam hal ilmu. Sehingga, meski telah menikah, beliau tetap rutin mengikuti kajian-kajian keilmuan dimanapun. Adanya sekolah rakyat, memang belum berhasil membuatnya mahir membaca aksara latin. Tetapi, penguasannya pada huruf Arab mengantarkannya menjadi pembaca setia tafsir Al Ibris. Kala itu, beliau mengaji bandongan bimbingan Kyai Musyafa’. Kitab itulah yang dibaca dan terus dibaca Nyai Miskiyah sampai khtaman beberapa kali selama hidupnya.Jelang kewafatannya, selain rutin ngaji dalail pada sore hari, setiap pagi sampai siang hari, beliau rutin nderes tafsir hingga purna khatam.Beliau juga gigih dalam mengajar. Sangat telaten membimbing masyarakat untuk membaca Al Qur’an serta mengenal ajaran agama dengan baik. Mengajar menjadi bagian dari hidupnya hingga akhir hayat.
        Selayang Pandang,Serupa dengan periode saat ini, dimana desa dibangun bersama karena para tokohnya bersatu dalam perjuang di berbagai bidang. Semasa hidup Mbah Yai pun demikian. Para tokoh sesepuh masa lampau seperti Simbah Yai Ismail, Simbah Yai Mansyur, Simbah Irfan, Simbah Zakariya, Simbah Haji Abdullah, Simbah Haji Abdurrahman, Simbah Haji Yasin, Simbah Haji Ahmad Sayuti, Simbah Haji Ahmad, Mbah Haji Sholeh, dan lain sebagainya pun sangat giat dalam bergerak untuk mencapai kemakmuran bersama.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PONDOK PESANTREN HIDAYATUL MUBTADI,IEN KALIBENING TINGKIR SALATIGA

MARS MHM KALI BENING